Sini, deh! Saya mau kasi tahu kalian kalau ternyata
masih banyak banget penulis yang masih nulis secara diam-diam.
Alasannya karena enggak percaya diri, tidak
didukung orang tua, minder, karya tulisnya pernah diledekin sama teman, pernah
dibully sama teman, dll.
Bahkan ada yang sudah berhenti nulis dan memilih
jadi pembaca saja. Siapa? Ada! Tapi sssst.... diam-diam, ya! Orang itu sedang
baca thread ini. Alasannya apa? Banyak! Ada yang karena sibuk, idenya berhenti di
tempat, pernah dikritik sangat pedas jadinya down, enggak semangat lagi, dll.
Buat kalian yang sedang mengalami salah satu atau
kedua hal yang saya sebutkan itu, jangan bersedih! Kalian enggak sendiri.
Karena saya juga begitu, tapi itu dulu. Sekarang alhamdulillah udah lahiran.
Nih! Foto anak pertama saya. 🤭

Cantik, kan? Pasti dong! Sama cantiknya seperti saya
hehe... 😁
Dulu waktu saya SMP, sebelum mengenal dunia orange,
saya nulisnya secara terang-terangan di Facebook. Sampai orang tua saya tahu
dan baca juga cerita fiksi saya. Dulu saya nulis digenre fan fiction artis India
idola saya '-' enggak perduli pembacanya cuman satu orang itu-itu saja, itupun
cuman komen "next" tapi aku tetap nulis teruuuuus....
Sampailah komputer saya rusak. Saya bilang ke Ayah
untuk segara service komputernya, supaya saya bisa post cerbung saya lagi.
"Emang ada yang baca?" tanya Ayah.
Jleb! Sakit tapi tak berdarah :')
Lalu ketika saya SMA, ketika pulang sekolah
langsung duduk di depan komputer. Ngetik teruuuus...
Sampai lah Ibu bertanya, "Lagi apa sih,
teh?"
"Biasa, bikin cerita, " jawab saya
santai.
"Cerita yang kemarin udah tamat?"
Saya menggelengkan kepala.
"Ngetik cerita baru terus! Tamatin dulu yang
lama!"
Itulah kata-kata mutiara dari Ibu yang saya jadikan
motivasi hingga saat ini.
Semenjak itu saya bertekad bahwa harus ada satu
karya tulis saya yang SELESAI.
Saya tentukan dulu mau nulis dibidang apa. Novel?
Ok. Genre? Teen fiction. Namun, ide saya hilang di tengah jalan cerita. Saya
merasa berat sekali mau menulis novel hingga selesai. Ditambah saat itu jadwal
sekolah saya padat sekali, ekskul teater, bimbel, kerja kelompok, belum lagi
kalau mau mentas teater dan ujian sekolah. Saya ingin di manapun dan kapanpun
harus tetap nulis.
Lalu dalam situasi buntu ide itu lah saya nulis
quotes gak jelas di belakang buku dan di memo smartphone. Kemudian beberapa
teman saya di grup chat sering bikin games sambung puisi dan ada teman saya yang
menurut saya jago banget nulis puisi. Akhirnya saya memutuskan untuk nulis
puisi. Terima kasih untuk Lazuardi Choiri yang sudah saya
anggap sebagai adik saya sendiri. Terima kasih untuk ilmunya, dll. Buat kalian
yang mau baca puisi karya Lazuardi bisa searching di Wattpad judulnya “Patahan
Hati.” Semoga saja belum di-unpublish. Karena Lazuardi ini sering kali unpublish
karyanya. Padahal menurut saya karyanya bagus-bagus banget.
Dan terima kasih juga untuk
teman-teman yang ada di grup chat “Penulis-Penulis Kece” yang sudah mau berbagi
ilmunya secara geratis ke saya. Bang Ari, Mak Ella, Icha, Lazuardi, Kak
Viannie, Thata, Kak Revin, Teh Ara, dan seluruh anggota grup chat yang dulu
hingga saat ini, kalian semua sudah saya anggap sebagai keluarga sendiri. Mohon
maaf jika ada nama yang tidak saya sebutkan karena tidak semua anggota masih
aktif dan saya lupa nama yang jarang komunikasi dengan saya.
Nah! Menurut saya, puisi ini bisa ditulis kapanpun
dan di manapun, bisa dapat ide tema apa saja yang bisa dikembangkan menjadi
puisi. Saya nulis saja tanpa mikirkan jumlah viewers dan vote di Wattpad. Untuk
kali ini saya nulis secara diam-diam, orang tua saya enggak tahu saya lagi
nulis kumpulan puisi. Saya nulisnya di Wattpad, jadi orang tua saya enggak bisa
baca dan sayapun enggak ada cerita dengan orang tua. Pernah beberapa kali saya
promosiin puisi saya ini di Facebook. Namun sepertinya orang tua saya enggak
lihat. Lalu saya punya target kalau lulus SMA buku kumpulan puisi saya ini
harus terbit. Niatnya saya ingin buat orang tua saya bahagia dan membuktikan
bahwa anak sulungnya ini bisa nulis buku hingga selesai.
Alhamdulillah, Allah permudahkan segala jalannya.
Ibu saya kaget, "Masa sih?" katanya.
Hampir enggak percaya waktu saya tunjukin foto ini.
